Tokyo - INGATKEMBALIcom: Jepang menolak jual surat utang atau obligasi Amerika Serikat (AS), sebagai alat tawar, untuk melawan kebijakan tarif Presiden Trump. Hal ini ditegaskan oleh Menteri Keuangan Jepang, Katsunobu Kato, dalam rapat parlemen pada Rabu, 09 April 2025
“Kami mengelola kepemilikan surat utang AS dari sudut pandang persiapan apabila di masa depan kami perlu melakukan intervensi nilai tukar. Bukan dari sudut pandang diplomasi bilateral,” kata Kato, dikutip dari CNA.
Pernyataan ini disampaikan sebagai tanggapan atas usulan seorang anggota parlemen dari partai yang berkuasa. Anggota tersebut menyarankan agar Jepang mempertimbangkan menjual surat utang AS sebagai balasan atas tarif impor baru dari Washington.
Namun, Kato menolak usulan tersebut, dengan alasan pentingnya kehati-hatian dalam kebijakan fiskal dan moneter. Ia menekankan, cadangan devisa Jepang, yang bernilai sekitar US$1,27 triliun (Rp21.516 triliun), tidak berlebihan.
Kato juga mengatakan, pemerintah belum menetapkan standar ukuran tertentu untuk cadangan tersebut. Lebih lanjut, Kato memperingatkan, menjual cadangan devisa akan mengakibatkan pembelian yen dalam jumlah besar.
Hal tersebut dapat dianggap sebagai intervensi mata uang. Menurutnya, intervensi semacam itu hanya pantas dilakukan dalam keadaan darurat.
Kato menambahkan, keputusan semacam itu harus diambil dengan sangat hati-hati, untuk menjaga kestabilan pasar keuangan global. Ia juga menegaskan, Jepang berkomitmen untuk menjaga stabilitas nilai tukar.
Ia menambahkan, Jepang tidak akan menggunakan instrumen keuangan sebagai alat tekanan dalam diplomasi ekonomi dengan Amerika Serikat. Meski pemerintah tidak merinci secara resmi komposisi cadangan devisa, para analis memperkirakan sebagian besar terdiri dari surat utang AS.
Hal ini menjadikan Jepang sebagai salah satu pemegang terbesar instrumen keuangan tersebut di dunia. Dengan menolak pendekatan konfrontatif, Jepang fokus pada stabilitas ekonomi jangka panjang, dibanding respons langsung terhadap tarif Trump.