Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

QRIS dan GPN Disorot AS, Apa Penyebabnya?

Selasa, 22 April 2025 | April 22, 2025 WIB | 0 Views Last Updated 2025-04-22T00:44:21Z


Amerika Serikat - INGATKEMBALIcom: Amerika Serikat mengkritik kebijakan Bank Indonesia terkait sistem pembayaran QR nasional, yaitu Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS), dengan menyebutnya sebagai kebijakan yang protektif dan tertutup bagi pelaku usaha global. 


Kritik ini tertuang dalam laporan tahunan 2025 National Trade Estimate (NTE) yang dirilis oleh Kantor Perwakilan Dagang AS, Paman Sam menilai bahwa kebijakan ini membatasi akses bagi perusahaan asing dalam sistem pembayaran di Indonesia.


Kebijakan ini dianggap dapat semakin mempersempit penggunaan layanan pembayaran internasional, khususnya dari perusahaan asal AS.


Dalam laporan tersebut, AS menyatakan bahwa proses penyusunan kebijakan QRIS dinilai tidak melibatkan pihak internasional secara memadai, terutama pelaku usaha dari Amerika Serikat. 


Hal ini dianggap sebagai salah satu alasan mengapa kebijakan tersebut dianggap protektif dan tertutup bagi perusahaan asing.


"Perusahaan-perusahaan asal AS khawatir karena tidak diberi informasi lebih awal mengenai perubahan kebijakan QR code, dan tidak dilibatkan dalam proses penyusunan sistem tersebut, termasuk dalam hal bagaimana sistem itu seharusnya bisa diintegrasikan dengan sistem pembayaran global yang sudah ada," tulis USTR dalam laporannya, dikutip Senin 21 April 2025


QRIS diterapkan melalui Peraturan Bank Indonesia Nomor 21 Tahun 2019, yang mewajibkan semua transaksi QR code di Indonesia mematuhi standar nasional. Sistem ini bertujuan untuk menyatukan dan menyeragamkan layanan pembayaran QR di Indonesia demi efisiensi. 


Namun, menurut Kantor Perwakilan Dagang AS, kebijakan ini justru menimbulkan kesulitan bagi pelaku usaha asing karena tidak dirancang untuk kompatibel dengan sistem pembayaran internasional.


Selain itu, pembatasan kepemilikan asing di sektor jasa keuangan dan sistem pembayaran juga dinilai semakin ketat. Contohnya, kepemilikan asing di perusahaan pelaporan kredit swasta dibatasi maksimal 49%. 


Sementara itu, perusahaan jasa pembayaran non-bank di sisi front-end boleh memiliki kepemilikan asing hingga 85%, tetapi hak suara hanya sampai 49%.


Di sisi lain, perusahaan infrastruktur sistem pembayaran di sisi back-end hanya boleh memiliki kepemilikan asing sebesar 20%. Kebijakan ini dianggap membatasi ruang gerak investor asing untuk bersaing di sektor keuangan digital Indonesia.


Kritikan GPN


USTR juga mengkritik kebijakan Bank Indonesia yang mewajibkan semua transaksi kartu debit dan kredit ritel domestik untuk diproses melalui National Payment Gateway (NPG). Kebijakan ini dianggap dapat membatasi akses dan kompetisi bagi perusahaan asing di pasar pembayaran domestik Indonesia.


Lembaga switching NPG diwajibkan berbasis di Indonesia dan memiliki lisensi dari Bank Indonesia. Perusahaan asing yang ingin berpartisipasi harus menjalin kemitraan dengan perusahaan lokal dan mendukung pengembangan industri dalam negeri, termasuk melalui transfer teknologi.


"Pelaku industri menyampaikan kekhawatirannya karena BI cenderung menetapkan peraturan baru tanpa konsultasi terlebih dahulu dengan pihak-pihak terkait, termasuk dari luar negeri," tulis USTR.


Selain itu, laporan tersebut juga menyoroti kebijakan BI terbaru yang berlaku sejak Mei 2023, yaitu kewajiban untuk memproses transaksi kartu kredit pemerintah melalui sistem NPG dan menggunakan kartu kredit lokal. Kebijakan ini semakin membatasi ruang bagi perusahaan asing dalam pasar pembayaran domestik.


Kebijakan ini dianggap dapat semakin membatasi penggunaan layanan pembayaran internasional, terutama dari perusahaan Amerika Serikat. 


"Perusahaan pembayaran asal AS khawatir, kebijakan baru ini akan membatasi penggunaan layanan pembayaran elektronik dari Amerika di Indonesia," terang USTR.


Pemerintah AS berharap agar pemerintah Indonesia dan Bank Indonesia lebih terbuka terhadap masukan dari pelaku industri internasional untuk menciptakan sistem pembayaran yang lebih terintegrasi dan kompetitif di tingkat global.